Masa Awal Demokrasi Terpimpin: Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Demokrasi Terpimpin di gambarkan sebagai sebuah demokrasi murni yang berdasarkan pada ideologi yang berfungsi memimpin dan menentukan tujuan dan cara mencapainya. Demokrasi terpimpin di arahkan oleh Ideologi Negara Pancasila, terutama pada sila keempat yang di sepakai secara mufakat untuk semua golongan yang revolusioner. Dalam praktiknya kemudian, istilah terpimpin tidak lagi mengacu pada ideologi tetapi wujud pimpinan yang berupa pribadi pemimpin. Dalam hal ini adalah Sukarno selaku Presiden RI, pemimpin besar Revolusi dan Penyambung Lidah Rakyat.
Keadaan Konstutuante yang demikian menghawatirkan kesatuan dan persatuan bangsa maka pada tanggal 22 April 1959 presiden memberikan amanat kepada Konstituente yang memuat anjuran Kepala Negara Pemerintah untuk kembali kepada Undang- Undang Dasar 1945. Anjuran ini mulai disidangkan pada tanggal 29 April 1959. Acara penetapan UUD 1945 menjadi UUD Republik Indonesia, konstituante menyidangkan dengan pungutan suara sejak 30 Mei 1959 sampai dengan 2 Juni 1959. Adapun perinciannya sebagai berikut: Sidang 30 Mei, hadir 478, setuju 269, tidak setuju 199, jadi kurang dari 2/3. Sidang 1 Juni, hadir 469, setuju 264, tidak setuju 204, tidak memenuhi 2/3. Sidang 2 Juni, hadiri 468, setuju 263, tidak setuju 203, juga tidak mencapai 2/3. Demikianlah gambaran Konstituante terhadap anjuran presidn 22 April 1959. Kemudian ketua Konstituante menetapkan reses bagi konstituante Djuanda mempersiapkan laporan kepada Presiden tentang sikap konstituante. Maka setibanya dari luar negeri ( Jepag ), presiden mengeluarkan Dekrit Presiden Panglma Tertinggi Angkatan Perang tentang kembali pada UUD 1945, pada tanggal 1959.
Setelah dekrit 5 Juli 1959, tanggal 6 Juli 1959 Kabinet Djuanda menyerahkan mandatnya kepada Presiden, sebagaimana telah diputuskan dalam sidangnya 5 Juli 1959, memutaskan mengembaikan mandatnya kepada Presiden berhubung berlaku lagi UUD 1945. Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden, Kabinet Djuanda dibubarkan dan pada tanggal 9 Juli 1959, diganti dengan Kabinet Kerja. Dalam kabinet tersebut Presiden Soekarno bertindak sebagai perdana menteri, sedangkan Ir. Djuanda bertindak sebagai menteri pertama. Atas kesimpulannya tersebut, Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959, dalam suatu acara resmi di Istana Merdeka, mengumumkan Dekrit Presiden mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 dalam kerangka sebuah sistem demokrasi yakni Demokrasi terpimpin.
Latar belakang dicetuskannya sistem Demokrasi Terpimpin oleh Presiden Soekarno, yaitu :
1. Dari segi keamanan : Banyaknya gerakan sparatis pada masa Demokrasi Liberal, menye-babkan ketidakstabilan di bidang keamanan.
2. Dari segi perekonomian : Sering terjadinya pergantian kabinet pada masa Demokrasi Liberal menyebabkan program-program yang dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan secara utuh, sehingga pembangunan ekonomi tersendat.
3. Dari segi politik : Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan UUDS 1950.
Dekrit yang dilontarkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mendapatkan sambutan
dari masyarakat Republik Indonesia yang pada waktu itu sangat menantikan kehidupan negara
yang stabil. Namun kekuatan dekrit tersebut bukan hanya berasal dari sambutan yang hangat dari
sebagian besar rakyat Indonesia, tetapi terletak dalam dukungan yang diberikan oleh unsur-unsur
penting negara lainnya, seperti Mahkamah Agung dan KSAD.
Dekrit yang dilontarkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mendapatkan sambutan
dari masyarakat Republik Indonesia yang pada waktu itu sangat menantikan kehidupan negara
yang stabil. Namun kekuatan dekrit tersebut bukan hanya berasal dari sambutan yang hangat dari
sebagian besar rakyat Indonesia, tetapi terletak dalam dukungan yang diberikan oleh unsur-unsur
penting negara lainnya, seperti Mahkamah Agung dan KSAD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar